Dari membaca dan mempelajari sekian banyak teori menulis buku,
saya jadi tahu langkah-langkah dalam menulis buku
agar menulis buku terasa mudah.
Setelah langkah-langkah itu saya praktekkan,
hasilnya cukup dahsyat!”.
Saya paling seneng makan ketupat. Apalagi jika bikinan ibu saya.
Kuahnya itu lho, kental. Bumbunya pun sangat terasa. Pokoknya
nuikmaaat sekali. Apalagi jika ditambah dengan rendang daging plus
kerupuk ikan. Mmm…Jadi ingat lebaran.
Ngomong-ngomong masalah ketupat, kamu bisa nggak
nganyam daun kelapa jadi kulit ketupat? Sewaktu kecil, saya
menganggap bikin kulit ketupat bukanlah pekerjaan yang gampang.
Ribeut. Tapi, begitu saya tahu caranya karena sering memperhatikan
orang tua saya menganyam kulit ketupat di akhir-akhir Ramadhan
menjelang lebaran, saya jadi bisa membuatnya. Awalnya agak sulit
dan sering gagal. Kalaupun jadi, hasilnya jelek nggak karuan. Tapi
karena sering berlatih dan terus berlatih, akhirnya saya bisa juga.
Ternyata, membuat kulit ketupat itu gampang!
Sama juga halnya dengan menulis buku. Jika kita tau caranya,
tentu kita akan ngerasa kalo menulis buku itu ternyata gampang bin
mudah alias nggak susah. Menulis buku nggak sesulit yang
dibayangin. Saya sendiri telah membuktikannya. Gak percaya?!
***
Saya Ingin Menulis Buku
Dua tahun lalu, tepatnya bulan September 2007, saya resmi
dirumahkan dari tempat kerja saya. Dirumahkan bukan maksudnya
dikasih rumah. Kalo gitu sih enak. Dirumahkan maksudnya diii…..
Ah, saya rasa kalian udah pada tau semua kan maksudnya? Setelah
keluar, saya mencoba untuk menekuni kembali hobi lama saya. Hobi
saya waktu itu menulis, tepatnya menulis artikel untuk dikirim kemedia.
Hingga kini, belum banyak tulisan saya yang dimuat di
media. Baru tiga artikel dimuat di kolom hikmah HU. Republika
(salah satu artikel saya kemudian terpilih dalam buku kumpulan
tulisan kolom hikmah bulan Maret – Desember 2006 yang diterbitkan
oleh Penerbit Republika), satu artikel di HU. Pikiran Rakyat, dan
belasan artikel saya dimuat di tiga majalah Islam: Majalah Remaja
El-Fata, Majalah Islam Ar-Risalah, dan Majalah Keluarga Nikah.
Jadi, belum terlalu banyak tulisan saya yang dimuat, walaupun
puluhan artikel saya lainnya tersebar di beberapa bulletin yang diasuh
oleh saya sendiri dan kawan-kawan saya.
Namun, sekarang saya ingin mencoba melangkah lebih jauh.
Saya ingin menulis buku. Di samping saya ingin menyebarkan
pengetahuan yang saya miliki selama ini (dan ini tujuan utama saya),
saya ingin menjadikan menulis sebagai pekerjaan saya. Saya ingin
mendapatkan penghasilan dari menulis buku.
Oya, inilah manfaat lain dari menulis buku yang pernah saya
bilang tadi. Di samping menulis buku bisa dijadikan sebagai sarana
untuk menyebarkan ilmu (memberi manfaat kepada masyarakat),
menulis buku juga bisa dijadikan sarana untuk menghasilkan uang.
Cukup banyak penulis yang telah menjadi kaya dengan menulis
buku.
Kamu tentu sudah tau bahwa, jika buku kita diterbitkan oleh
penerbit, kita akan dapet imbalan yang biasa disebut dengan istilah
“royalti”. Masing-masing penerbit berbeda dalam menentukan
persentase royalti untuk penulis. Ada yang 5 % dari harga buku di
pasaran, ada yang 10% dari harga netto (harga buku di pasaran
setelah dipotong 50%), ada yang 10% dari harga buku di pasaran, ada
yang 15% dari harga netto, dll. Pokoknya setiap penerbit beda-beda
dalam hal ini.
Anggap saja misalnya buku kita diterbitkan oleh penerbit
dengan kesepakatan: royalti 10% dari harga pasar dan dibayarkan
setiap 3 bulan sekali. Jika buku kita diberi harga Rp. 20.000 dan
dicetak sebanyak 3000 eksemplar, kemudian dalam waktu 3 bulan
terjual 2500 eksemplar, berarti royalti yang kita dapat sebesar:
20.000x 2500 x 10% = 5.000.000 (Belum dipotong pajak kalo ada). Berarti
kalau dirata-rata, pendapatan yang kita peroleh perbulan sebesar 1,5
juta lebih. Cukup lumayan, bukan?! (Ingat lho, ini baru penghasilan
dari satu buku).
Jumlah royalti yang kita dapat akan bertambah jika buku kita
dicetak dalam jumlah besar. Dan jumlahnya akan terus bertambah
dan berlipat ganda jika buku karya kita bisa best seller, terjual ribuan
bahkan jutaan eksemplar. Seperti misalnya buku motivasi karya Dale
Carnegie yang berjudul How to Win Friends and Influence People.
Buku ini, yang dalam edisi Indonesianya dihargai Rp.45.000, terjual
lebih dari 15 juta eksemplar! Coba kamu bayangin, berapa besar kirakira
royalti yang bakalan dia dapet? Sungguh ruarrr biasa!
Di dalam negeri, kita juga mengenal cukup banyak penulis
yang mendapatkan penghasilan besar dari hasil menulis buku.
Misalnya aja Fauzil Adhim. Menurut pengakuannya pada HU.
Republika (Jum’at 26 Agustus 2005), penulis yang biasa menulis
buku-buku tentang keluarga dan pernikahan ini, dari bukunya yang
berjudul ”Kupinang Engkau dengan Hamdalah” (tahun 2005 telah
terjual 100.000 kopi) dia dapet royalti Rp. 15 juta sampai 25 juta
perbulan. Ini baru dari satu buku. Padahal sejauh ini dia telah
menghasilkan tidak kurang dari 23 judul buku yang juga menjadi
buku laris di pasaran. Bayangkan sendiri, berapa uang yang dia dapet
dari hasil menulis.
Atau, kita juga mengenal seorang penulis yang saat ini
namanya sedang naik daun, Andrea Hirata. Katanya, lewat Laskar
Pelangi-nya, ia berhasil mengantongi uang lebih dari 3,5 M! Dahsyat
sekali, bukan?!
Akan tetapi, sekarang kita lupakan “sejenak” masalah uang
royalti. Mari kita fokuskan diri dulu untuk belajar tentang bagaimana
cara menulis buku. Masalah royalti akan kita bicarakan lagi kapan-kapan. Oke?!
Ternyata Gampang
Sebenarnya, sebelumnya (beberapa tahun lalu, kalau nggak
salah sih sekitar tahun 2004) saya udah pernah menulis buku.
Mungkin lebih tepatnya “nyusun” buku, karena buku itu hanya berisi
tulisan orang lain yang saya susun menjadi sebuah buku. Jadi, saya
cuma bikin kerangka karangan yang berisi judul-judul bab yang saya
inginkan, kemudian isinya saya kutip dari beberapa buku yang udah
ada. Ada dua buku yang berhasil saya susun.
Waktu itu saya belum terlalu tau tentang cara/teknik menulis
buku, sehingga penggarapannya saya lakukan sekehendak saya. Saya
tiru aja bentuk-bentuk buku yang sudah ada. Bagi saya waktu itu,
yang penting ada judul, kata pengantar, daftar isi, isi, penutup, dan
daftar pustaka. Kemudian naskah buku itu – yang setelah saya lihatlihat
lagi ternyata sangat “berantakan”mirip ketupat yang saya buat
ketika baru pertama kali belajar membuat kulit ketupat- saya kirim
lewat pos dengan diberi selembar surat pengantar dan sedikit biodata
plus foto copy KTP. Namun hingga kini, saya nggak tau nasib kedua
naskah buku saya itu. Keduanya hilang tak jelas rimbanya.
Sepertinya kedua naskah saya itu nyemplung ke laut yang sangat
dalam dan dimakan ikan hiu. Atau, mungkin juga udah dipake buat
bungkus gorengan. Wallahu a’lam.
Hari berlalu dan tahun pun berganti. Pengetahuan saya
tentang teknik menulis buku kian hari kian bertambah. Beberapa
buku tentang kiat khusus menulis buku telah saya baca dan pelajari.
Misalnya buku “Saya Bermimpi Menulis Buku” dan “Menjadi
Powerful Da’i Dengan Menulis Buku”. Keduanya karya Bambang
Trim. Saya juga mencari tambahan ilmu baru tentang menulis buku
lewat artikel-artikel yang ada di intenet. Lewat internet, saya juga
mendapat tambahan ilmu tentang menulis buku dari buku karya Mas
Edy Zaqeus yang dipublikasikan di situs pembelajar.com. Judul
bukunya “Jurus Jitu Menulis Buku Untuk Orang Sibuk”.
Dari membaca dan mempelajari sekian banyak teori menulis
buku, saya jadi tau langkah-langkah dalam menulis buku agar
menulis buku terasa mudah. Setelah langkah-langkah itu saya
praktekkan, hasilnya cukup dahsyat. Dalam waktu 6 bulan, saya
berhasil menulis 7 buah buku dengan rata-rata setiap buku terdiri dari
10.000-an kata. Dua buku yang saya tulis bahkan telah diterbitkan.
Satunya diterbitkan oleh penerbit di Solo, sedangkan yang satunya
oleh penerbit di Jakarta.
Nah, terbuktilah apa yang saya katakan di awal tadi.
MENULIS BUKU ITU GAMPANG! Kalau kamu masih belom
percaya juga kalo nulis buku itu gampang, saya sarankan untuk terus
membaca buku ini sampai selesai. Oke?!
FOLLOW THE Town Square WR 06 AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Town Square WR 06 on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram